APAKAH beda antara kehendak, kemauan, dan keinginan?
Kepahaman tentang hal ini akan memberikan arah yang jelas kepada kita, tentang
bagaimana seharusnya kita menata kehendak agar tetap berada di dalam koridor
Kehendak dan Ridha-Nya.
Secara bahasa, Anda mungkin sudah bisa mera-sakan perbedaan
antara kehendak, kemauan, dan keinginan. Meskipun perbedaan itu terasa sedikit,
tetapi sebenarnya substansinya sangat mendasar.
Kehendak adalah dorongan hati untuk melakukan sesuatu,
tanpa dipengaruhi oleh nilai-nilai balk dan buruk. Dorongan ini bersifat murni
dari dalam diri, tanpa melibatkan orang lain.
Berbeda dengan kemauan. Kemauan adalah dorongan untuk
melakukan sesuatu karena tersti-mulasi dari luar dirinya. Kata dasar `mau'
menun-jukkan ada yang akan dilakukan, sekaligus menun-jukkan reaksi atas
tawaran tertentu dari luar.
Sedangkan keinginan, memiliki makna yang lebih eksplisit
lagi. Kata dasar `ingin' menunjukkan adanya suatu kebutuhan terhadap sesuatu.
Bahkan bukan hanya kebutuhan, melainkan adanya dorongan untuk memuaskan diri.
Maka, kita harus kritis terhadap diri kita dalam menata
hati. Dorongan untuk berbuat dalam diri kita itu karena kehendak, kemauan,
ataukah keinginan. Susbtansi nilainya bisa berbeda.
Jika `kehendak., maka dorongan yang mendasari perbuatan
kita itu biasanya bersifat netral dan murni. Dorongan itu muncul dari'fitrah
kita sebagai 'manusia. Dan, ini memiliki korelasi positip dengan kehendak
Allah. Dalam al Qur'an, biasanya digunakan kata sya'a. Misalnya dalam ayat
berikut ini.
QS. Al Insaan (76): 29
Sesungguhnya ini adalah suatu peringatan, maka barangsiapa
menghendaki (kebaikan) niscaya dia mengambil jalan kepada Tuhannya.
Atau dalam ayat berikut ini, dikaitkan dengan keputusan
untuk membuat langkah maju atau langkah mundur dalam kehidupan seseorang.
Al Muddatstsir (74): 37
(yaitu) bagi siapa di antaramu yang berkehendak akan maju
atau mundur.
Atau, menggambarkan kehendak manusia yang bersifat fitrah
terkait dengan kehendak Allah. Bahwa kehendak manusia adalah derivasi langsung
dari kehendak Allah.
QS. At Takwiir (81): 29
Dan kamu tidak dapat menghendaki kecuali jika dikehendaki Allah,
Tuhan semesta alam.
Meskipun kata sya-a berkonotasi positip dan menggambarkan
derivasi langsung dari kehendak Allah, is kadang digunakan untuk mengambarkan
orang-orang kafir yang menentang Islam. Namun uniknya, juga tetap digunakan
sebagai penggam-baran kehendak fitrah manusia, yaitu membaca firman Allah dalam
al Qur'an.
QS. Al Anfaal (8): 31
Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Kami, mereka
berkata: "Sesungguhnya kami telah mendengar, kalau kami menghendaki
niscaya kami dapat membacakan yang seperti ini, ini tidak lain hanyalah
dongengan-dongengan orang-orang purbakala".
Kenapa `kehendak' dalam konotasi positip ini juga digunakan
untuk menggambarkan dorongan keinginan bagi orang-orang kafir? Karena Allah juga digambarkan meliputi orang-orang kafir. Sehingga kehendak-Nya pun meliputi mereka.
QS. Al Baqarah (2): 19
Atau seperti hujan lebat dari langit disertai gelap gulita,
guruh dan kilat; mereka menyumbat telinganya dengan anak jarinya, karena petir,
sebab takut akan mati. Dan Allah meliputi orang-orang yang kafir.
lni berbeda dengan kata `kemauan. atau `keinginan'. Kedua
kata ini memiliki konotasi adanya kepentingan di dalamnya yang terkait dengan
kebutuhan yang bersifat egoistik, dan kadang-kadang mengarah ke dorongan hawa
nafsu.
QS. At Taubah (9): 32
Mereka berkeinginan (yuriduna) memadamkan-- cahaya (agama)
Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tidak menghendaki selain
menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukai.
QS. Al Insaan (76): 9
Sesungguhnya Kami memberi makanan kepada-mu hanyalah untuk
mengharapkan keridhaan Allah. kami tidak menginginkan (nuriidu) balasan dari
kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih.
QS. Huud (11): 15
Barangsiapa yang menginginkan (yuriidu) kehidupan dunia dan
perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di
dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan.
QS. Israa' (17): 18-19
Barangsiapa menginginkan (yuriidu) kehidup¬an sekarang
(duniawi), maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang Kami kehendaki
(nasya-u) bagi orang yang Kami kehendaki, dan Kami tentukan baginya neraka
Jahannam; is akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir.
Dan barangsiapa yang menginginkan (araada) kehidupan akhirat
dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang is adalah mu'min, maka
mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalas dengan balk.
Maka, apakah yang dapat kita simpulkan dari pembahasan
singkat ini? Kita memperoleh gambaran tentang kehendak manusia terkait dengan
kehendak Allah. Bahwa kehendak Allah adalah bersifat mutlak dan fitrah,
sedangkan kehendak manusia memiliki dua nuansa. Nuansa yang pertama adalah
kehendak yang bersifat dorongan fitrah, biasanya menggunakan kata sya-a.
Sedangkan yang kedua adalah `keinginan' yang diistilah dengan `arada/yuridu'.
Pada nuansa yang pertama, kehendak memiliki kesamaan antar
sesama manusia. Kehendak untuk hidup, kehendak untuk berbuat kebajikan,
kehendak untuk bertuhan dan beragama secara benar, kehendak untuk menolong
sesama, kehendak untuk hidup tenang dan damai, dan seterusnya.
Sedangkan yang kedua, `keinginan', seringkali sudah
mengambarkan kehendak yang bersifat
Pada `kehendak' jenis pertama, tidak akan terjadi tabrakan
kepentingan dengan orang lain, karena kehendak itu sudah bersifat fitrah.
Merupakan turunan langsung dari kehendak Tuhan. Sedangkan pada kehendak jenis
yang kedua, sangat boleh jadi akan terjadi tabrakan, kerena kehendak murni itu
sudah bergeser menjadi keinginan yang bersifat egoistik kehendakku, kehendakmu,
dan kehendaknya...










Tidak ada komentar:
Posting Komentar