MANAKAH di antara kehendak kita ini yang kehendak Allah:
kehendakku, kehendakmu atau-kah kehendaknya? Begitulah barangkali pertanya-...
an orang-orang yang saling memperebutkan kebenaran pendapatnya...
Kalau memang kehendak Allah sudah ditular-kan kepada
manusia, maka memang harus jelas betul manakah yang kehendak Allah. Siapa tahu
ada yang mengklaim bahwa kehendak yang ada di dalam dirinyalah yang kehendak
Allah. Sedang¬kan yang lain dianggapnya sebagai kehendak setan, atau kehendak
hawa nafsunya sendiri. Karena itu lantas ada di antara kita yang mengklaim apa
yang dilakukannya adalah yang paling benar.
Tentu saja, kita harus kritis dalam hal ini. Apa¬kah
kehendak setan itu bukan kehendak Allah? Apakah keinginan hawa nafsu juga bukan
berasal dari kehendak Allah? Lantas kehendak siapa? Apakah ada sesuatu di clam
semesta ini yang terjadi tidak atas kehendak-Nya?
Namun, kalau semua ini kehendak-Nya, kena-pa ada dua
kehendak yang sating berseberangan? Dan, salah satunya bisa menang, dan lainnya
kalah? Apakah kehendak Allah bisa kalah?
Bagaimana pula dengan kebaikan dan kebu-rukan? Apakah
perbuatan buruk itu juga atas kehendak Allah? Kalau bukan, lantas itu kehendak
siapa? Apakah ada kehendak selain kehendak Allah? Katanya Dia Maha meliputi
sesuatu..?!
Marilah kita bahas satu persatu. Coba perhatikan ayat-ayat
berikut ini.
QS. An Nisaa' (4): 78
Di mana saja kamu berada, kematian akan men-dapatkan kamu,
kendatipun kamu di dalam ben-teng yang tinggi lagi kokoh, dan jika mereka
mem-peroleh kebaikan, mereka mengatakan: "Ini ada-lah dari sisi
Allah". dan kalau mereka ditimpa sesuatu bencana mereka mengatakan:
"Ini dari sisi kamu (Muhammad)". Katakanlah: "Semuanya dari sisi
Allah". Maka mengapa orang-orang itu hampir-hampir tidak memahami
pembicaraan sedikit pun?
Ayat di atas memperjelas tentang sumber kebaikan dan
bencana (keburukan). Bahwa keduanya itu berasal dari Allah. Orang-orang yang
mengatakan bahwa kebaikan dari Allah, sedangkan keburukan dari manusia, justru
dikritik. Bahkan dikatakan seperti orang yang tak paham pembicaraan.
lnilah memang pemahaman tauhid yang holistik. Bahwa segala
sesuatu bersumber hanya kepada-Nya. Baik dan buruk semuanya datang dari Allah.
Karena Allah Maha meliputi segala sesuatu. Seluruh langit dan bumI.
QS. An Nisaa' (4): 126
Kepunyaan Allah-lah apa yang di langit dan apa yang di bumf,
dan adalah Allah Maha Meliputi segala sesuatu.
QS. Fushshilat (41):
54
Ingatlah bahwa sesungguhnya mereka adalah dalam keraguan
tentang perternuan dengan Tuhan mereka. Ingatlah, bahwa sesungguhnya Dia Maha
Meliputi segala sesuatu.
Seluruh kehendak makhluk ini bersumber dari Allah. Kehendak
manusia berasal dari Allah, kehendak jin dari Alah, kehendak malaikat pun dari
Allah. Termasuk kehendak setan pun berasal dari Allah.
Lho, lantas apakah Allah menghendaki kebu-rukan bagi
makhluk-Nya? Katanya Allah Maha Pemurah, Maha Penyayang dan Maha Bijaksana?
Ayat berikut ini menjadi contoh'yang bisa membi-ngungkan kepahaman kita.
QS. Ar Ra'd (13): 11
Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya
bergiliran. di muka dan di belakang¬nya, mereka menjaganya atas perintah Allah.
Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah
keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki
keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan
sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.
Pada bagian yang saya tebalkan di atas, Allah menunjukkan
kehendak mutlak-Nya bahwa Allah bisa menghendaki kebaikan atau keburukan,
teserah kepada-Nya sepenuhnya. Tak ada yang bisa menolak-Nya.
Tetapi, coba cermati kalimat yang terkesan mutlak itu
dikaitkan Allah dengan kalimat sebe-lumnya bahwa Allah tidak akan mengubah
kea-daan seseorang, jika orang yang bersangkutan berusaha melakukan perubahan bagi dirinya.
Dengan kata lain, meskipun Allah bisa meng-hendaki keburukan
pada seseorang, tetapi Allah tidak akan memberinya keburukan, kalau orang
tersebut tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang menyebabkan kondisi yang
tadinya balk, menjadi pantas untuk memburuk.
Demikian pula sebaliknya, Allah tidak akan mengubah kondisi
buruknya menjadi baik, jika ia tidak melakukan sesuatu yang bisa memicu perubahan kondisi buruk itu menjadi lebih baik.
Hal demikian sering kita dapati dalam ayat-ayat lainnya. lni
akan membingungkan, ketika tidak kita pahami secara holistik. Karena dalam
skala besarnya, memang Allah selalu menggambarkan kehendak-Nya sebagai
kemutlakan yang tak bisa diganggu-gugat. Tetapi sebenarnya dalam skala mikronya
Allah selalu mengaitkan dengan teknis operasional yang mengait ke peran orang
yang bersangkutan.
QS. Al A'raaf (7): 186
QS. An Nahl (16): 93
Dan kalau Allah menghendaki, niscaya Dia menjadikan kamu
satu umat, tetapi Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan memberi
petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan sesungguhnya kamu akan ditanya
ten tang apa yang telah kamu kerjakan.
Ayat-ayat di atas memberikan kesan, seakan-akan Allah secara
mutlak berkehendak untuk menyesatkan hamba-hamba-Nya. Sehingga terasa
bertabrakan dengan kesimpulan kita bahwa Allah adalah Dzat yang Maha Pemurah
dan Bijaksana.
Dalam memahaminya, tentu kita tidak boleh sepotong-sepotong,
karena hasilnya pasti me¬nyimpang alias mengalami distorsi dari informasi yang
seharusnya. Kemutlakan kehendak Allah itu ternyata diuraikan menjadi
kehendak-kehendak makhluk. Sehingga secara operasional kita mesti memahami
bagaimana Allah melibatkan kehendak makhluk dalam totalitas kehendak-Nya.
QS. Al Furqaan (25): 17-18
Dan suatu hari Allah menghimpunkan mereka beserta apa yang
mereka sembah selain Allah, lalu Allah berkata (kepada yang disembah):
"Apakah kamu yang menyesatkan hamba-hamba-Ku itu,atau mereka sendirikah yang sesat dari jalan (yang
benar)?"
Mereka (yang disembah itu) menjawab: "Maha Suci Engkau,
tidaklah patut bagi kami mengambil selain Engkau (untuk jadi) pelindung, akan
tetapi Engkau telah memberi mereka dan bapak-bapak mereka kenikmatan hidup, sampal
mereka lupa mengingati (Engkau): dan mereka adalah kaum yang binasa."
Perhatikan bagaimana penjelasan Allah di atas. Bahwa
sebagian orang tersesat dalam hidupnya karena mereka lupa mengingat Allah
ketika mem¬peroleh kenikmatan hidup. Kemewahan dan kese¬nangan duniawi telah
menjebak mereka dalam hal-hal sepele, sehingga melupakan tujuan hidup yang
sesungguhnya.
Dan apa akibatnya? Barsangsiapa melupakan Allah, maka dia
pun akan lupa diri. Dan siapa saja yang lupa diri, pasti akan tersesat karena
is menjadi obyek bujuk rayu setan.
QS. Zukhruf (43): 36-37
Barangsiapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan Yang Maha
Pemurah (AI Qur'an), Kami adakan baginya setan (yang menyesatkan) maka setan
itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya.
Dan sesungguhnya setan-setan itu benar-benar menghalangi
mereka dari jalan yang benar dan mereka menyangka bahwa mereka menda-pa t
petunjuk.
QS. Al Hajj (22): 4
yang telah ditetapkan terhadap setan itu, bahwa barangsiapa
yang berkawan dengan dia, tentu dia akan menyesatkannya, dan membawanya ke azab
neraka.
Betapa ngerinya, ternyata runtut ceritanya kayak begitu.
Barangsiapa lupa mengingat Allah, maka dengan sendirinya dia berteman dengan
setan. Dan setan tidak pernah melewatkan kesempatan itu untuk menyesatkan
manusia. Karena, memang sudah menjadi `perintah' dari raja setan alias Iblis
sejak zaman is `bertengkar' dengan nenek moyang manusia, yaitu Adam.
QS Al Israa" (17) : 62
Dia (iblis) berkata: "Terangkanlah kepadaku inikah
orangnya (Adam) yang Engkau muliakan atas diriku? Sesungguhnya jika Engkau
memberi tangguh kepadaku sampai hari kiamat, niscaya benar-benar akan aku
sesatkan keturunannya, kecuali sebahagian kecil".
QS. Al Hijr (15): 39-41
Iblis berkata: "Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat pasti aku akan menjadikan mereka memandang balk (perbuatan maksiat) di muka
bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya,
kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis (ikhlas mengabdi kepada Allah) di antara mereka".
Allah berfirman: "lni adalah jalan yang lurus;
kewajiban Aku-lah (menjaganya).
Begitulah `kontrak kerjanya', Iblis dan bala-tentaranya
Bakal menyesatkan seluruh keturunan Adam. Tetapi, Allah akan melindungi siapa
saja yang ikhlas mengabdi kepada-Nya. Golongan inilah yang akan dijaga Allah
dari rayuan setan. Serta, ditunjukkan jalan yang lurus untuk tetap berada di
jalan Allah.
Tetapi menariknya, ternyata Iblis melakukan semua itu dengan
seizin Allah. Sepengetahuan Allah. Bahkan, dengan kekuasaan Allah.
QS. Shaad (38): 82-83
lblis menjawab: "Dengan kekuasaan Engkau aku akan
menyesatkan mereka semuanya,
kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlis (ikhlas mengabdi kepada
Allah) di antara mereka.
Semua itu ternyata adalah skenario besar. Bahwa lblis dan
setan adalah bagian dari kehendak Allah. Peranannya sebagai perayu maut yang
menyesatkan manusia adalah kontrak kerja mereka dengan Allah. Dengan
pasal-pasal perjanjian yang sangat jelas.
Akan tetapi jangan berhenti disini untuk me-mahaminya.
Lanjutkan dengan ayat-ayat yang lain bahwa drama penyesatan itu selalu
diimbangi dengan drama pemberian petunjuk. Semuanya dalam kekuasaan Allah,
dilewatkan aktor-aktor kehidupan, termasuk kita sendiri.
QS. Qaaf (50): 27
Yang menyertai dia berkata : "Ya Tuhan kami, aku tidak menyesatkannya
tetapi dia (sendiri)-lah yang berada dalam kesesatan yang jauh".
QS. Al Araaf (7) : 202
Dan teman-teman mereka membantu setan-setan dalam
menyesatkan dan mereka tidak henti-hentinya (menyesatkan)
QS. At Taubah (9): 115
Dan Allah sekali-kali tidak akan menyesatkan suatu kaum,
sesudah Allah memberi petunjuk kepada mereka hingga dijelaskan-Nya kepada
mereka apa yang harus mereka jauhi. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala
sesuatu.
Maka kita bisa menangkap makna, bahwa Allah tidak pernah
berbuat sewenang-wenang kepada Hamba-Nya. Dia menciptakan sistem kehidupan yang
seimbang. Bersumber dari kehendak-Nya, segala keputusan ini selalu melibatkan
kehendak hamba-hamba-Nya.
QS. Ar Ra'd (13): 27
Orang-orang kafir berkata: "Mengapa tidak diturunkan kepadanya tanda dari Tuhannya?" Katakanlah: "Sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki dan menunjuki orang-orang yang
bertaubat kepada Nya",
QS. Ibrahim (14) : 27
Allah meneguhkan orang-orang yang beriman dengan ucapan yang
teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan
orang-orang yang zalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki.
Ternyata, kezalimanlah yang menyebabkan Allah berkehendak
untuk menyesatkannya. Sedangkan keimanan, akan menyebabkan Allah berkehendak
untuk menunjukinya menuju jalan kebahagiaan. Selebihnya, hanyalah
`keinginan-keinginan' manu-siawi yang selalu bergerak antara kesesatan dan
petunjuk.
Dengan demikian kini menjadi jelaslah posisi antara Kehendak
Allah, kehendakku, kehendakmu dan kehendaknya. Kehendak Allah adalah kehen¬dak
universal yang mengarahkan segala peristiwa di alam semesta ini menuju pada keseimbangan sistem secara
holistik. Sedangkan kehendak manu-sia, adalah kehendak parsial yang lebih
berorien-tasi kepada kepentingan ego masing-masing. Maka ketika, manusia
berusaha untuk menye-laraskan kepentingannya dengan `kepentingan' Allah dalam
menata kehidupan yang rahmatan lil alamin, berarti dia telah menempatkan
kehendak-nya di dalam Kehendak Allah. Dan menjadi kehendak Allah. Sebaliknya
jika dia hanya memperjuangkan kepentingannya sendiri, maka dia telah
mengedepankan kehendak parsialnya yang sangat boleh jadi akan bertabrakan
dengan kehendak-kehendak parsial lainnya. `Kehendakku bertabrakan dengan `kehendakmu', dan kemudian juga bertabrakan dengan kehendaknya', meskipun
semuanya tetap berada di dalam Kehendak Allah...





















Tidak ada komentar:
Posting Komentar